Menggapai Langit yang Terpotong
Dulu sewaktu umurku sekitar 6 tahun, aku sering memperhatikan langit biru. Langit itu begitu luas. Disisi timur hingga timur laut, lagit itu seperti berpotongan dengan `tanah yang aku pijaki. hingga akupun berfikir " Langit itu pasti terpotong, dan aku bisa melihat sisi terujung dari sang biru jika aku berjalan terus sampai ke perpotongan itu."
benar, aku berjalan dan terus berjalan di jalanan kecil setapak persawahan dekat rumahku, aku menghampiri langit yang aku fikir perpotongn. kakiku terus melangkah. sesampainya ditempat yang kukira sisi dari langit, ternyata tak ada apapun. langit masih luas terbentang, tak ada perpotongan.
Aku memandang lurus kedepan, sekarang, perpotongan itu berada tak jauh dari tempatku memandang. " Mungkin tadi penglihatanku salah, letak perpotongn itu tidak ada di tempat ini. ia tak jauh dari sini," fikirku. aku kembali melangkah menemui perpotongan langit yang aku impikan. Setapak demi setapak dan akupun sampai ketempat yang ingin kutuju. Tak jauh hasilnya dari yang pertama tadi. kini dihadapankupun tak nampak potongan langit itu. aku mulai gundah. benarkah langit itu berpotongan??? walau aku masih dapat melihat perpotongan langit itu dihadapanku. Aku kembali melangkahkan kakiku menapaki jalanan yang baru saja kulalai. mungkin perpotongan itu masih jauh jaraknya dariku.
"Langitnya runtuh" kata tetanggaku yang mampu membuatku terpaku. langit runtuh, lirihku. benarkah?? aku berlari menuju hamparan sawah untuk memandang langit yang baru kudengar runtuh itu. tak ada apapun. langitnya tak runtuh. Dan kini aku memandang perpotongan langit itu yang terlihat tak begitu jauh dihadapanku. " aku akan menemuimu, tidak dengan berjalan kaki tentunya. aku akan menggunakan pesawat kelak. karna kau terlalu sulit untuk kutemui dengan berjalan kaki." lirihku pelan.
No comments: