Sakit Mata dan Ramadhan Saat Dewasa

Sakit mata membuatku perfikir beberapa hal. Untungnya sakit mataku cuma sebelah, yang sebelahnya lagi baik-baik saja.

Bagai mana jika sakit di mata kiri dan kananku ya?
Lantas kuingat film-film yang tokoh utamanya orang buta, yang kemana-mana mesti menggunakan tongkat. Kemudian, aku membayangkan menjadi orang buta. Selanjutnya kufikirkan bagaimana dengan kuliahku, sanggupkah aku lulus jika mendadak buta? Kalau diperhatikan di film-film kan, orang yang butanya mendadak cenderung shock dan mengurung diri, berbeda dengan orang yang sejak lahir buta. Selanjutnya aku berguman, "untung hanya sakit mata. Alhamdulillah"

Aku sakit mata di hari raya, di hari dimana sudah sepatutnya ku keliling ke rumah sanak saudara dan tetangga. 

Hal ini membuatku ingat, jika ku hanya bisa balik ke kampung saat liburan tiba, itupun tak lama. Untuk berkunjung ke rumah saudara dan tetangga, hanya jika ada kepentingan saja dan kepentingan dengan mereka tak datang kapan saja. Keluarga di rumah tidak termasuk orang yang dituakan para saudara dan tetangga, karna orang tuaku masuk golongan masih muda. Di tempatku, tradisinya orang yang muda mengunjungi mereka yang dituakan. 

Sakit mata memberiku alasan untum tetap di rumah, tak apa tak usah berkunjung, kan bisa-bisa sakit mata tambah parah. Atau hanya menemui kakek dan kakak orang tua, tak apa. 

Tapi... lagi-lagi ingat jika pintu rumah setiap orang serentak terbuka lebar hanya saat lebaran. Berkunjung menjadi hal sangat wajar yang tak perlu ditanya ada urusan apa hanya saat lebaran. Moment ketika tak perlu merasa tak enak karna mendadak berkunjung dan merepotkan si tuan rumah, ya... saat lebaran. Makin dewasa ku makin mengerti betapa besarnya nikmat lebaran. 

Pada akhirnya, aku tak bisa melepaskan begitu saja nikmat lebaran. Aku berkeliaran kesana-kemari dengan mata yang kutup sebelah, alasannya biar tak bertambah parah dan tak menulari banyak orang (setauku sakit mata gampang menular). Akibatnya tiap orang melempar pertanyaan, "itu matanya kenapa?"

Waktu kecil, baju baru merupakan suatu yang tak boleh tak ada jika lebaran.
Waktu kecil, semangat bersama teman-teman kesana-kemari karna ingin mencicipi makanan orang-orang.
Makin dewasa makanan di tempat tetangga tak penting lagi.
Makin dewasa, baju baru saat lebaran bukan hal yang mesti ada.
Makin dewasa, aku berfikir jika lagu... "baju baru alhamdullillah, Tuk dipakai dihari raya. tak Punyapum tak apa-apa, masih ada baju yang lama." bukan diciptakan anak kecil. Karna lagu itu justru sangat pas untum diriku yang tak lagi bisa dibilang kecil

24 Juni 2017
Nahayuka

"Sakit Mata dan Ramadhan Saat Dewasa", Bagian 29 dalam 30 hari menulis
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

No comments:

Powered by Blogger.